Kita pernah memimpikan sebuah rumah yang besar dengan pintu yang terbuka lebar. Kita menginginkan rumah itu ramai akan nada-nada -entah itu gesekan biola, petikan gitar, denting piano, maupun suara merdu gamelan. Setiap hari, rumah kita akan ramai dengan tawa dan berwarna dengan aneka cerita. Rumah kita akan berdiri kokoh karena berpondasi cinta dan sejuk oleh kasih dan percaya.
Tetapi, ketika aku memimpikan lantunan ayat-ayat suci yang mengalun di setiap kamar, hal itu tak sama dengan impianmu. Kita tak mampu satu mimpi. Kita hanya bisa saling mengamini tanpa tahu apa yang harus dipenuhi. Lalu rumah itu hanya berujung pada satu rencana yang bersebrangan impian.
Dan, abadilah kita dalam sebuah rencana.
Tetapi, ketika aku memimpikan lantunan ayat-ayat suci yang mengalun di setiap kamar, hal itu tak sama dengan impianmu. Kita tak mampu satu mimpi. Kita hanya bisa saling mengamini tanpa tahu apa yang harus dipenuhi. Lalu rumah itu hanya berujung pada satu rencana yang bersebrangan impian.
Dan, abadilah kita dalam sebuah rencana.
Gila nih orang!
Berulangkali aku mengumpat dalam hati. Dia selalu punya jawaban atas segala tanyaku. Panjang-lebar ia memaparkan pendapat tajamnya yang perlahan-lahan mengikis benteng pertahananku. Rasanya aku ingin membungkam mulutnya agar tidak lagi menyampaikan isi pikirannya yang begitu liar dalam memikatku.
Sesungguhnya, aku belum sepenuh hati menerima setiap kata yang ia lontarkan. Namun, sepenuh hati, aku ingin menjadikannya teman berdiskusi hingga waktu berhenti.
"Kamu tuh mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi," ucapnya.
"Udah bisa diprediksi, Mas,"
"Itu namanya kamu mendahului kehendak Tuhan,"
"Ya bukan gitu! Dipikir aja deh, gimana kita bisa nyatu kalau beda?"
Dia diam. Motornya terus melaju menembus dinginnya malam di Kota Solo. Aku yakin, diamnya bukan untuk mengakhiri perdebatan kami. Aku bisa melihat raut wajah yang masih menyimpan banyak kata melalui pantulan di spion motor.
"Kamu suka telor dadar apa telor ceplok?" Tanyanya tiba-tiba.
"Telor ceplok,"
"Kenapa?"
"Karena enak,"
"Apa yang bikin enak?"
"Bumbunya,"
"Nah! Kamu tahu kan kalau telor itu terdiri dari dua warna yang berbeda? Kuning sama putih. Tapi dua warna itu bisa disatukan dan menjadi sesuatu yang enak untuk dinikmati kalau bumbunya pas,"
"Hmm iya. Tapi kadang aku suka yang tanpa bumbu sih soalnya kadang bumbunya nggak rata," kataku mencoba lari dari arah pembicaraannya.
"Iya berarti tergantung bumbu, kan?" Tanyanya menegaskan. Sepertinya dia mulai kesal. "Kamu tahu maksudku, kan?" Tanyanya lagi.
"Tahu! Setiap perbedaan bisa disatukan dan akan menjadi indah jika kita tahu cara menyikapinya, begitu?"
"Iya,"
"Memangnya, perbedaan kita sesederhana dua warna itu, Mas?"
Tawanya memecah begitu mendengar pertanyaanku. Selepasnya ia hanya mengatakan, "pertanyaanmu sulit," Kemudian tangannya meraih tanganku. Dalam lirih dan sedikit ragu, dia masih berusaha meyakinkanku dengan kalimat, "jadikan perbedaan kita sesederhana itu,"
"Sesederhana itu?" Ulangku.
"Sesederhana itu," ucapnya lebih tegas.
Baiklah, Mas, mari hadapi perbedaan sesederhana itu. Kamu yang akan mengantarku ke masjid dalam setiap perjalanan panjang kita dan aku yang akan selalu membangunkanmu di Minggu pagi. Kita hanya dua anak manusia dengan cara berdoa yang berbeda, yang merasa perbedaan tak menjadi penghalang 'tuk berjalan beriringan, yang tak bisa menolak hati yang begitu saja saling mengasihi. Jika suatu hari dunia mengharuskan kita untuk berhenti, biarkan percakapan kita malam ini menjadi penanda bahwa kita pernah seberani itu untuk saling membersamai.
Permainan Belaka
Selalu ada sabarnya penantian
saat dirimu tiba-tiba menghilang
Dan selalu ada ruang untukmu pulang
Setiap kali kau kembali menyapa
Kita selalu mengulang kisah yang sama
Kau biarkanku merasakan luka yang berulang
Tak pernah kau maknai pengertianku ini sebagai cinta
Seolah semua hanya permainan belaka
Oh mungkin aku yang bersalah
Selalu memakai hati dalam menemanimu
yang tak pernah
melibatkan rasa
Jujur, lagu ini berasal dari pengalaman pribadi. Iya, aku pernah sebodoh itu. Hehe:(
Awalnya, tidak terpikir sama sekali untuk membuatnya menjadi lagu. Tetapi, karena aku sering mendengar teman-temanku menceritakan kisah serupa, jadi tergeraklah pikiranku untuk melagukan rasa mereka.
Ternyata, tidak sedikit ya, cowok nggak jelas di dunia ini? Wkwkwk iya-iya, yang jelas, nggak usah protes. Tetaplah menjadi jelas karena itu jauh lebih hebat, Saudara-saudaraku. :)) Karena, seenaknya datang-pergi, mencari enakmu sendiri, bukanlah hal yang mencerminkan sifat laki-laki bertanggung jawab. Ingat, kamu bukan sedah datang-pergi ke parkiran kampus. Kamu sedang berurusan dengan perasaan!
Dan untuk teman-teman yang merasa lagu ini sedang "Aku banget nih, Met!", semoga lagu ini bukan semakin memperpuruk keadaan kalian melainkan bisa membuka pikiran kalian, ya. Satu hal yang aku tahu, cinta akan selalu melangkah dengan sederhana. Kalau udah kelihatan belibet, udah deh tinggal aja. Orang yang benar-benar mencintai kamu, tidak akan membiarkanmu bertanya-tanya terlalu lama:)
![]() |
-WM-
Meski dalam Diam
Senyumanmu menjadi penghias sudut anganku
Mungkin, kamu tak pernah tahu
Ada yang memperhatikanmu dalam jarak
yang tak terjangkau oleh tatap matamu
Dalam keheningan kueja namamu
di dalam hatiku
Dalam keheningan kuselipkan namamu
dalam doaku
Akankah datang waktu
yang kan usaikan persembunyianku
Kemudian menjadikan aku dan kamu satu
Meskipun cintaku ini
harus dalam diam
Lagu ini merupakan lagu pertama yang berhasil aku ciptain bareng Dinda Rana. Dulu bikinnya pas kita baru awal-awal jadi anak SMA. Waktu itu, bikin lagu jadi media terapi kami buat ngilangin stress dalam menghadapi kehidupan di Smansa.
Kenapa memilih lagu tentang cinta dalam diam?
Jadi, waktu itu aku ngerasa orang-orang banyak banget nih yang lagi diem-diem jatuh cinta. Karena waktu itu aku baru jadi adek kelas, aku banyak nemuin temen-temenku yang naksir kakak kelas. Diam-diam mereka nunggu orang yang mereka suka melintas, salah tingkah kalau ketemu di kantin, dan hal-hal konyol lainnya. Jadi, aku ngerasa kalau aku bikin lagu tentang cinta dalam diam pasti bakal banyak peminatnya. Ya, minimal memang teman-teman satu sekolah aja.
Pada saat itu, aku bener-bener nggak ngerti secara langsung gimana rasanya jatuh cinta diam-diam. Wow sombong sekali. Tapi memang aku nggak pernah bisa punya rasa cinta sama orang hanya karena melihat dia menarik. Aku bisa cinta kalau orangnya sudah mendekat, menyenangkan, bikin nyaman, terus jadi cinta deh. Kalau cuma karena ngelihat, ya mentok-mentoknya hatiku bilang "wow" aja. Dan memang pada saat itu aku belum terpikir bagaimana rasanya masih cinta namun ditinggal pergi sehingga diam-diam masih mencintai. Belum terpikirkan itu sama sekali! Namanya juga anak baru lulus SMP deh.
Nah, kemudian aku cari-cari curhatan orang di blog-blog gitu tentang cinta diam-diam. Sambil mengingat-ingat cerita teman-teman juga. Kemudian perasaan mereka aku rekam di hati, aku berusaha memposisikan diri sebagai mereka, dan akhirnya terciptalah larik-larik kata yang menjadi lagu itu.
Ada yang terasa mengganjal nggak sih dari lagu itu? Haha sebenarnya ada bagian yang lupa Dinda masukkan ke dalam lagu tapi lantunannya sudah terlanjur enak. Kalau temen-temen tidak menemukan keanehannya dimana, syukurlaaahh. Tapi, jujur saja, lagu ini jadi lagu yang selalu terdengar ganjil di telingaku meskipun alunan yang diciptain Dinda emang udah nggak perlu diragukan lagi.
![]() |
![]() |
Sumpah ya, ketika tumblr tiba-tiba diblokir tuh rasanya kayak diputusin satu pihak tanpa aku tahu aku salah apaaa.
Ya sudah, saya balikan sama blogger aja. Saya akan menceritakan pengalaman-pengalaman rasa di sini tanpa terbayang-bayang masa lalu. Yah, walaupun mungkin saya akan tetap menulis beberapa masa lalu di sini, namun setidaknya tidak ada bayangan masa lalu yang pernah saya tulis sekitar empat tahunan dan sudah membuat saya merasa wes cukup-cukup-cukup.
Bismillah. Semoga tulisanku tidak alay.
Semoga bermanfaat.
Salam,
Metta
-di rumah dipanggilnya Aya






