Kenapa Tentang Cinta Tapi Beda Sih, Met?

Juli 10, 2018

Foto : Google

"Jika Istiqlal dan Katedral bernyawa, siapa yang tahu kalau mereka saling jatuh cinta?"

Aku seringkali menemukan potongan kalimat itu ketika mencoba mengulik cerita-cerita cinta yang berbatas perbedaan keyakinan. Aku pun pernah menemukannya di beberapa unggahan teman-temanku yang sedang mengalaminya. Alasan mengapa cukup banyak tulisanku yang membahas mengenai "cinta tapi beda", tak lain karena cerita di lingkunganku sendiri. Sudah banyak sekali kisah cinta seperti itu yang terekam dalam memoriku. Dan -kurasa- kisah itu akan terus berulang sepanjang waktu.

Bagaimana tidak? Kita hidup di Indonesia, yang terkenal akan kemajemukannya. Setiap hari, kita berdampingan dengan orang-orang yang tidak seluruhnya satu iman dengan kita. Lalu jika kita mulai bicara soal cinta, cinta adalah soal rasa mengasihi yang selalu datang dengan sendirinya. Cinta tidak dapat memilih.

Mereka pun pasti tidak ingin memiliki cinta yang rumit untuk dipersatukan. Mereka tidak ingin memiliki cinta yang sulit untuk mendapat restu dari keluarga, negara, bahkan agama. 

Seringkali, aku menangkap kegelisahan di sorot mata teman-temanku, melihat linang air matanya, dan mendengar getir suaranya. Terkadang, ketika melihat mereka pun aku merasa "sayang" jika mereka harus berpisah. Banyak dari mereka yang kulihat serasi untuk bersama. 

Dan aku mengerti apa yang mereka rasakan karena aku juga pernah mengalaminya. Aku pun tidak pernah menginginkan untuk jatuh cinta dengan laki-laki yang tidak seiman denganku. Namun sayangnya, cintaku datang untuk seseorang yang berbeda keyakinan denganku. 

Aku pernah mengalaminya; diantarkannya ke masjid saat kita dalam perjalanan luar kota tanpa pernah ia ikut salat, dibangunkannya untuk sahur tanpa pernah ia ikut berpuasa. Satu hal yang kupetik dari semua itu, 
"Setiap perbedaan yang disatukan akan menciptakan sebuah harmoni,"
Kini kami sudah berpisah tetapi bukan karena menyadari perbedaan kami terlalu sulit untuk mampu berlayar dalam satu kapal. Sayangnya, bukan pula karena kedewasaan yang menyadarkan bahwa hati keluarga kami lebih berarti dari hati kami masing-masing. Melainkan, karena masalah lain yang semoga tidak pernah kalian alami. Hehe.

Dari situlah, aku lebih bisa menghargai cinta yang berbeda keyakinan. Aku mulai mengerti bahwa hal itu terkadang sulit terhindarkan. Dan aku merasa hatiku tak sekeras dulu saat mendengar cerita-cerita seperti ini karena kegetiran pada ucapan teman-temanku jauh lebih menyayat perasaanku dibanding rasa yang kualami sendiri pada hubunganku. 

Makanya, aku suka menulis cerita tentang cinta tapi beda. Tulisannya memang selalu terlihat sepotong-sepotong, menggantung, terkesan berlari; semua karena aku bingung sendiri bagaimana menyelesaikan kisah seperti ini:')

Untuk teman-temanku yang sedang mengalaminya, kudoakan segala yang terbaik untuk jalan kalian. Bila akhirnya harus terpisah, semoga kalian bukan berpisah oleh sebuah pengkhianatan melainkan suatu kedewasaan yang mampu mengantar kalian pada bahagia yang sejati. 

Cinta memang tidak bisa memilih tetapi
kamu bisa memikirkannya sekali lagi.



Selalu dengan cinta,
Metta

You Might Also Like

0 komentar

Terima Kasih Sudah Berkunjung!